Adakah Kita Sanggup Seperti Beliau?

Thursday, 22 August 2019 Oleh Admin
Adakah Kita Sanggup Seperti Beliau?
Bagikan

Dalam riwayat yang shahih, terceritakanlah kisah dari salah satu sahabat Rasulullah yang luar biasa sikap nya setelah masuk islam. Dimana beliau meninggalkan kedudukan mulia nya saat jahiliyah di Mekkah  lalu kemudian memilih memegang teguh ketaatan dalam simpul islam, beliau meyakini sepenuh hati bahwa kemuliaan di mata manusia seperti harta dan tahta tidaklah sebanding dengan kemuliaan yang diberikan oleh Allah SWT kelak di hari akhir. Beliau juga memiliki prinsip lebih baik hina dalam pandangan manusia, dari pada hina dalam pandangan Allah.

 

Sahabat ini adalah seorang bangsawan dan putra dari pemimpin Quraisy di Mekkah yang kaya raya, seorang keturunan dari Bani makhzum yang memiliki kedudukan tinggi di tatanan sosial bangsa Quraisy, ayahnya adalah orang yang mendapat kepercayaan untuk mengganti kain penutup ka’bah pada waktu itu, dan suku inilah yang dipercaya untuk menjaga gudang senjata juga mempersiapkan peralatan perangnya ketika bangsa Quraisy akan berperang.

 

Sebuah kedudukan yang mulia di mata bangsa Quraisy, dan pada waktu itu tidak ada cabang suku Quraisy lain yang bisa lebih dibanggakan seperti bani Makhzum, dan sahabat ini adalah generasi emas dari bani tersebut. Sejak kecil tidak pernah diminta untuk bekerja dan berdagang untuk memenuhi kebutuhannya sehingga beliau dengan leluasa dapat menyalurkan kesukaannya yaitu tinju dan bergulat, menceburkan dirinya dalam seni berperang dan seni bela diri.  

 

Dengan kemampuan seperti itulah, beliau tumbuh dan besar menjadi seorang yang terhormat, sangat pemberani, dan menjadi petarung ulung dikalangan Bangsa Quraisy. Bahkan setelah memeluk islam beliau mendapatkan gelar “Sayf Allah Al maslul” (Pedang Allah yang terhunus) saat perang Mu’tah di zaman Rasulullah, karena dengan takdir Allah beliau telah berhasil memimpin pasukan kaum muslimin mengalahkan pasukan Romawi yang jumlahnya lebih besar melalui strategi perang yang jitu. Beliau adalah sahabat Khalid bin Walid RA.

 

Pada masa kekhalifahan rasyidah yang kedua, ekspansi syiar islam mulai melebar ke Negeri Syam. Pada masa penaklukan tanah di utara Madinah tersebut, ada kisah tauladan yang luar biasa dari sahabat Rasulullah ini, sehingga dapat menginspirasi kehidupan kita dalam bermasyarakat, lebih khususnya adalah taat kepada pemimpin. Dan kisah ini sekaligus menjadi bukti yang jelas atas kesimpangsiuran khabar yang serupa tentang sahabat ini, bahwa Amirul Mu’minin Umar Ibn Khatab RA yang menjadi khalifah pada waktu itu tidaklah membenci beliau.

 

Suatu ketika saat berlangsungnya ekspansi syiar islam di Negeri Syam, terciumlah khabar berita yang kurang baik dari barisan pasukan kaum muslimin, bahwa sahabat Rasulullah yang menjadi pemimpin pasukan ini telah berkhianat dalam hal pengelolaan harta rampasan perang. Lalu kemudian Khalifah Umar bin Khatab RA. dari Madinah mengutus sahabat lainnya yaitu Bilal bin Rabah RA. untuk mengklarifikasi masalah.

 

Tentu saja Khalifah Umar bin Khatab RA. sangat memahami situasi, serta memiliki alasan kuat mengapa sahabat Bilal RA. yang diutus untuk menyelesaikan isu tersebut.

 

Berkatalah khalifah Umar RA. “Wahai Bilal, pergilah ke pasukan kaum muslimin yang dipimpin Khalid bin Walid, lalu bacakan surat ku ini pada Khalid sementara kamu suruh Khalid tidur di tanah dan kamu letakkan telapak kakimu di pipinya”. Perintah ini menjadi ujian bagi sahabat Khalid bin Walid RA. sekaligus juga bagi sahabat Bilal RA. yang ditugaskan, mengingat status sosial mereka saat di Mekkah sebelumnya. Tetapi sahabat Bilal RA. yakin khalifah Umar RA. tidak mungkin salah pilih, dan tugas ini beliau jalankan.

 

Sesampainya di kemah pasukan kaum muslimin, sahabat Bilal RA. melaksanakan apa yang diperintahkan oleh amirul mu’minin, tetapi mulai merasakan kecanggungan karena siapa yang sedang dihadapi, kemudian menyampaikan terlebih dahulu maksud dan tujuannya. “Wahai Khalid, saya mendapat perintah seperti ini, bagaimana pendapatmu? Aku harus memangilmu dengan suara keras dari luar kemah, aku menyuruhmu berbaring diatas tanah kemudian aku akan meletakan telapak kakiku di pipimu, baru kemudian aku akan bacakan surat ini”.

 

Tetapi Masya Allah, jawaban Sahabat Khalid RA. sangat lah luar biasa dan penuh dengan keimanan. Beliau berkata “Wahai Bilal, kita sudah masuk islam lupakanlah masa jahiliyah, lakukanlah apa yang Amirul mu’minin perintahkan”. Tanpa melihat status sosial diantara mereka, yang notabene sahabat Khalid RA. sebelumnya adalah seorang bangsawan yang kaya raya dan seorang tuan di Mekkah sedangkan sahabat Bilal RA. adalah bekas seorang budak, tidak menjadi keraguan sedikitpun bagi beliau untuk taat kepada pimpinan, yakni Amirul mu’minin Umar RA. yang juga sangat taat kepada Allah SWT. Beliau patuh, walaupun harus merendahkan harga dirinya dihadapan manusia atas dasar keimanan. (Ketika menuliskan kata-kata bagian ini, penulis pun merasakan merinding dan haru karena kefakiran ilmu dan tingkat kesholehan yang sangat jauh berbeda dengan para sahabat Rasulullah Radiyallahumma ajma’in, seperti tidak akan mampu melakukan hal yang sama seperti beliau).

 

Kemudian, karena sudah dipersilahkan. Sahabat Bilal RA. kemudian keluar dari kemah lalu berteriak dengan kencang memanggil, selanjutnya meminta beliau meletakkan pipinya di tanah dan berikutnya akan meletakkan telapak kaki di pipi beliau. Pada saat ini terjadi banyak pasukan kaum muslimin yang melihat kejadian, dan tentu saja mereka yang berasal dari bangsa Quraisy terkejut melihatnya, mereka mengetahui posisi sosial kedua sahabat ini sebelumnya. Beliau pun berkata “Lakukanlah hai Bilal, janganlah ragu dan tidak boleh juga ada yang marah kepada Bilal”. Sekejap semua terdiam, dan sahabat Bilal RA. pun mulai meletakan telapak kakinya di pipi beliau lalu membacakan surat dari Amirul mu’minin.

 

“Ini adalah surat Amirul mu’minin kepada pimpinan perang Khalid bin Walid, telah sampai berita kepadaku bahwasanya kau telah berkhianat dalam masalah ghanimah, kalau benar maka beristighfarlah kau kepada Allah dan aku akan lengserkan kau dari jabatanmu, kalau tidak benar maka katakanlah tidak benar sementara Bilal masih menginjak pipimu dan aku akan tetap mencopot kau dari kepemimpinan, kau tetap ikut berperang tetapi tidak sebagai pemimpin, agar tidak ada fitnah ditengah-tengah kaum muslimin”. Sahabat Bilal RA. membacakan isi surat tersebut.

 

Kemudian, dalam kondisi masih terinjak pipinya beliau berkata “Tidak benar”. Dan informasi ini pun selanjutnya disampaikan kepada Amirul Mu’minin dan akhirnya masalah inipun selesai, tetapi beliau tetap dicopot dari jabatannya sebagai pemimpin pasukan perang kaum muslimin.

 

Dalam kisah ini, Amirul mu’minin Umar bin Khatab RA. sedang mengajarkan kepada kita semua, bahwa tidak ada pengkultusan dalam islam, tidak boleh ada penghormatan yang berlebihan kepada sesama manusia bagi umat islam, apapun status sosialnya di dunia ini maka tidak ada yang perlu dibanggakan karena Allah hanya akan melihat seberapa berimankah kita. Dan sahabat Khalid bin Walid RA. serta Bilal bin rabah RA. pun mengajarkan kepada kita bahwa taat kepada pemimpin umat adalah sebuah keharusan bagi umat islam walaupun pahit dan getir rasanya, walaupun harus dianggap rendah oleh manusia, walaupun itu keluar dari akal kita, walaupun nyawa taruhannya (pasti penulispun merasa sangat berat melaksanakannya).

 

Syaikh Mahmud Al-Mishri dalam bukunya Sahabat-sahabat Rasulullah SAW menukil sebuah cerita yang itu tercatat dalam Tarikh At Thabari, bahwa Khalifah Umar Bin Khatab RA. pernah berkata “Sesungguhnya aku tidak mencopot Khalid bin Walid karena pengkhianatan atau kemarahan, tetapi orang-orang telah terfitnah olehnya, aku khawatir orang-orang akan disandarkan kepadanya (karena menganggap Khalid bin Walid yang menjadi penyebab menangnya perang dan paling berjasa dalam misi ekspansi islam, sehingga umat islam tidak lagi bergantung kepada Allah SWT), maka aku copot karena itu”.

 

Ini bukti yang shahih tentang kisah diatas, bahwa Amirul Mu’minin Umar Ibn Khatab RA. yang menjadi khalifah pada waktu itu tidaklah membenci sahabat Khalid bin Walid RA.

 

Dan semoga kita semua dapat memetik hikmah dari kisah yang luar biasa penuh keteladanan ini.

 

Penulis: Iwan Syahrudin

Tasykil PW. Pemuda Persis Jawa Barat