BELAJAR SHALAT SEJAK DINI

Friday, 15 January 2021 Oleh Admin Kominfo
BELAJAR SHALAT SEJAK DINI
Bagikan

Tidak ada pekerjaan paling mengasyikkan bagi anak-anak selain bermain. Sebab, inilah
sejatinya pekerjaan utama mereka. Artinya mereka pun belum memiliki beban untuk
menjalankan perintah Allah yang wajib. Orangtualah yang berkewajiban untuk memberikan
latihan dan pembiasaan demi menyambut masa-masa balig yang akan dihadapinya. Dengan
demikian kewajiban yang diemban akan terasa ringan dan menyenangkan.
Rasulullah memberikan kabar gembira bagi anak-anak yang tumbuh dalam beribadah
kepada Allah dan selalu terpaut hatinya untuk ke masjid. Imam Thabrani meriwayatkan dari
Abu Umamah bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang anak yang
tumbuh dengan ibadah hingga ajal menjemputnya, Allah akan memberikan pahalanya
kepadanya setara pahala 99 pahala shidiq (Orang yang jujur).”
Hasan adalah anak berusia 6 tahun. Dia anak yang polos, pemalu, tabah, sabar dan kerja
keras. Dia mempunyai rasa penasaran yang tinggi, dan pintar seperti anak sebayanya. Dia
terlahir dari keluarga yang sederhana dan serba banyak kekurangan. Ibunya seorang guru ngaji
dan ayahnya seorang buruh harian lepas. Hasan terlahir dari seorang ibu yang rajin, semangat,
sabar dan pantang menyerah dan dekat dengan lingkungan masjid dan madrasah tempat
mengajar ngaji. Dia lahir dan tinggal di salah satu kampung halaman di daerah Bandung selatan
di Kota Kembang. Sejak kecil, Hasan hidup di lingkungan keagamaan. Dia tinggal dekat masjid
dan madrasah. Pekerjaan ibunya selain ibu rumah tangga juga sebagai guru ngaji di madrasah
dan penceramah di sekitar kampung halaman.
Hasan adalah anak ketiga dari enam bersaudara. Sejak kecil, Hasan selalu dekat ke
masjid. Dia belajar shalat dan mengaji di madrasah. Berkat buah dari kesabaran, keteguhan dan
ketabahan sang ibu dalam mendidik, membimbing serta membesarkan anak-anaknya, Hasan
menjadi anak yang rajin membaca iqro, mengaji al-qur’an, dan duduk di majlis ilmu di rumah
Allah.
Seperti itulah hari-hari yang sering dilalui Hasan. Setelah Shubuh, Dhuhur, sesudah
Ashar, Maghrib dan Isya Hasan ikut ke masjid umtuk belajar shalat dengan sang Ayah. Selain
itu, kedua adiknya ikut serta juga. Mereka adalah Arfi dan Nidha.
Pak Ibrahim dan Ibu Sugih senantiasa mengajarkan kepada keenam anak-anaknya untuk
membiasakan tidak meninggalkan shalat. Kemanapun dan dengan siapapun anak-anaknya
bermain, yang terpenting adalah bisa menjaga akhlak dengan sesama keluarga, orangtua, dan
teman sebanyanya. Selain itu, tidak meninggalkan shalat yang lima waktu.
***
Siang yang terik. Mereka pun berbincang – bincang di rumah. Ayah duduk sembari
membaca sebuah buku di tangannya.
“Alhamdulillah! anak ayah sudah bisa belajar shalat,” sahut Ayah dengan gembira.
“Iya, Alhamdulillah, Yah. Hasan selalu belajar shalat dari kecil, dan ikut ayah ke masjid,”
jawab Hasan sembari tersenyum.
“Ayah kenapa kita sholat terus?” Hasan balik bertanya.
“Dalam sehari semalam kita diperintahkan oleh Allah, Sang Maha Pencipta untuk shalat
lima waktu. Itu artinya, dengan mengerjakan shalat, kita telah terima kasih, bersyukur kepada
Allah yang telah menciptakan segala kenikmatan bagi Hasan,” jawab ayah sembari tersenyum.
“Banyak sekali sih, Yah?” Hasan kembali bertanya.
“Sesungguhnya lima waktu tidaklah banyak. Umat-umat sebelum Nabi Muhammad
diwajibkan shalat sampai 40 waktu. Artinya 40 kali dalam sehari semalam.” Ayah kembali
menjelaskan.
“Tapi kok rakaatnya beda-beda, Yah?” Hasan kembali bertanya.
“Hal itu karena sudah menjadi perintah Allah. Yang tahu hikmahnya hanya Allah semata,”
jawab Ayah kembali tersenyum.
Setelah berdialog dengan sang ayah, Hasan pun tidur siang. Lantas, ayah memindahkan
Hasan ke kamarnya. Tadi, saking khusuknya bertanya, Hasan ketiduran di samping ayah
tercinta.
***
Allahu akbar ...! Allahu akbar...! Terdengar suara azan Asar dari masjid. Tetiba Hasan
terbangun dari tidur siangnya dan segera bergegas menuju ayahnya. Ayah hendak berwudu.
“Ayah Ayah....,” teriak Hasan.
“Ada apa?” tanya ayah kaget.
“Hasan mau shalat! Shalat Asar ‘kan ini? cerocos Hasan.
“Iya, Nak. Sekarang sudah memasuki waktu Asar. Mari kita salat Ashar berjama’ah ke
masjid.”
Selesai shalat Ashar, ayah pun mengajak Hasan pergi ke toko Muslim. Sengaja ayah
mengajaknya untuk membelikan sesuatu.
“Ngapain kita ke sini, Yah? Tanya Hasan.
“Ayah ingin beliin Hasan peci dan sarung. Hasan ‘kan sudah rajin shalatnya,” terang
ayah.
“Hore...! Sorak Hasan.” Hasan senag.
Hasan berjanji akan rajin shalat ke masjid bersama ayah. Seiring berjalannya waktu,
Hasan pun tumbuh menjadi anak yang sholeh, cerdas dan mandiri. Hal ini tidak terlepas
karena semenjak kecil dia terbiasa mengerjakan shalat berjama’ah di masjid. Selain itu, Hasan
juga rajin mengaji dan belajar. Kedua orangtuanya bangga pada Hasan.
Ketika kelas 1 SD, Hasan berhasil meraih peringkat pertama di kelas. Dia menjadi juara
rajin shalat di sekolah agamanya. Subhanallah di dunia saja sudah terlihat hikmahnya, apalagi
kelak di akhirat.
“Pendidikan pertama dan yang utama itu ada di keluarga, kedua orangtualah yang menjadi
“madrasatul ulaa” bagi anak-anaknya. Sebagai orangtua yang sangat berperan dalam memberikan uswah
teladan bagi pembentukan pondasi akidah dan menanamkan akhlakul karimah serta pengamalan ibadah
yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits”.
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk’’(Al-
Baqarah: 43).

Penulis : Nu'man Ihsanda (Bid. HALO PW. Pemuda Persis Jawa Barat)